Kubu SYL Soal Minta Dibiayai Umrah: Bukan untuk Pribadi, Ada Tanda Tangan MoU
Tukang Becak Jakarta, Jakarta – Kubu Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengulas isi persidangan perihal perjalanan umroh untuk mantan Menteri Pertanian (Mentan) yang terjerat kasus tindak pidana korupsi itu. Kuasa Hukum SYL, Djamaludin Koedoeboen menyebut bahwa perjalanan umrah yang menggunakan uang Kementerian Pertanian (Kementan) merupakan perjalanan dinas instansi, bukan untuk pribadi.
Menurutnya, hal itu dikuatkan oleh keterangan saksi Fadjri Djufry selaku Kepala Badan Standarisasi Instrumen Pertanian, yang sempat mengatakan adanya penandatangan MoU atau perjanjian dengan pemerintah Arab Saudi dan Uni Emirat Arab perihal umrah.
“Karena dari keterangan salah satu saksi tadi bahwa yang terkait dengan umroh itu cuma hanya sambilan aja, jadi bukan prioritas. Cuma yang kami pengen tahu kan yang bersangkutan itu kalau yang kami ingat beliau juga ikut berangkat umrah dan ada penandatangan MoU di Makkah,” tutur Koedoeboen di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2024).
Dia menyebut, saksi tersebut juga turut terlibat dalam pendantangan MoU itu. Sebab, dia yang membuat konsiderans atau uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan keputusan.
“Beliau yang membuat konsiderans dari MoU itu. Dan itu yang akan kita gali sehingga kita bisa menemukan fakta, kebenaran materiil bahwa sebenarnya apa sih yang terjadi,” jelas dia.
Atas dasar itu, Koedoeboen menegaskan tudingan yang menyebut kegiatan umrah merupakan kepentingan pribadi SYL tidak tepat. Terlebih, beberapa Eselon I dan Eselon II turut ikut dalam kegiatan tersebut.
“Kemudian yang lain, mengemukan juga tadi bahwa dari kumpul kumpul itu adalah ternyata untuk aktivitas kegitaan Kementerian Pertanian, kan tadi dijelaskan kemudian berangkat Eselon I, Eselon II, kemudian mereka naik pesawat, mereka naik jet kemana-kemana, jadi bukan untuk pribadi beliau duit itu,” kata Koedoeboen.
Dalam persidangan, saksi Fadjri Djufry mengulas kepada jaksa, bahwa dirinya menjabat sebagai Kepala Badan Litbang Pertanian pada 2019-2022. Selama menempati posisi tersebut, ada salah satu permintaan memenuhi kebutuhan umroh SYL, namun tidak berhasil dilakukan dengan sempurna.
“Kunjungan luar negeri itu apakah salah satunya saksi tahu yang kegiatannya untuk umroh?,” tanya jaksa.
“Izin menjelaskan Yang Mulia, jadi kegiatan umrah itu sebenranya kegiatan sampingan, karena ada MoU dengan Pemerintah Arab Saudi terkait dengan ekspor beras. Ada juga MoU dengan Uni Emirat Arab terkait dengan buah-buahan tropis kita, pisang dan sebaganya. Jadi umrah itu sebenarnya bagian sampingan yang bukan utama sebenarnya,” jawab Fadjri.
“Tambahan begitu ya?,” sahut jaksa.
“Iya tambahan,” katanya.
“Ada diminta waktu itu kontribusinya?,” tanya jaksa lagi.
“Ada,” jawab Fadjri.
“Awalnya diminta berapa?,” tanya jaksa.
“Kita diminta Rp 600 (juta) kalau tidak salah, kita penuhi Rp 270 (juta),” ungkapnya.
“Rp 600 (juta) atau Rp 1 miliar coba diingat-ingat?,” timpal jaksa.
“Ya kan beberapa kali negosiasi,” jawabnya.
“Negosiasi maksudnya saksi minta keringanan begitu supaya Rp 600 (juta) saja?,” tanya jaksa lagi.
“Yang bisa kita penuhi senilai itu,” kata Fadjri.
“Saksi sampaikan ke siapa itu, dari yang tadinya Rp 1 miliar tidak mampu, jadi Rp 600 (juta), sampai akhirnya dipenuhi Rp 200 (juta) itu ke siapa?,” ujar jaksa.
“Disampaikan ke Pak Sekjen Pak Kasdi, termasuk stafnya di bawah biro umum,” jawab Fadjri.