JAKARTA – Kehebohan seputar Rendang Padang kuliner berbahan dasar daging babi seperti yang dijual oleh Babiambo Restoran di Kelapa Gading Timur, Jakarta, membuat chef kondang Rinrin Marinka angkat bicara. Karena dia sudah jujur dengan memasukkan makanan non halal, seharusnya tidak ada masalah, namun kata dia, ada faktor lain yang harus diperhatikan oleh pemilik restoran.
Menurutnya, memodifikasi makanan dari bahan apa pun sebenarnya sah-sah saja, namun para pengusaha kuliner harus mempunyai pertimbangan matang sebelum membuat dan menjual kreasinya. Apalagi di tengah masyarakat yang heterogen seperti di Indonesia.
Modifikasi makanan akan memperkaya khazanah kuliner itu sendiri. “Modifikasi justru memberikan warna dan kreasi baru yang membuat makanan semakin variatif dan berwarna, meski tidak semuanya berhasil, masih ada hits dan miss tentunya,” ujar mantan juri Master Chef Indonesia ini kepada VOI.
Apalagi pada kasus yang terjadi di warung Padang Babiambo, menurutnya sang pemilik mencoba menghadirkan konsep berbeda. “Meski pemilik restoran menginginkan konsep yang berbeda dari yang lain dan menargetkan sistem pemasaran dengan tujuan viral atau tidak terlalu memikirkan pasar Indonesia, namun beberapa bahan makanannya cukup sensitif,” jelasnya.
Namun, yang dilakukan restoran tersebut jelas-jelas menjual makanan non-halal. Tapi ini konteks Indonesia yang punya hubungan erat antara adat dan makanan. Kondisi ini harus diperhatikan oleh pemilik restoran.
“Sebenarnya sudah ada warning kalau non-halal seharusnya tidak ada masalah. Tapi sekali lagi, karena Indonesia punya ikatan erat antara adat istiadat dan pangan yang saling berhubungan, semua itu harus dipikirkan matang-matang sebelum memulai dan juga waspadai risiko dan konsekuensinya,” kata perempuan yang belajar kuliner di Grand Diploma of French Cuisine & Patisserie Le Cordon Bleu, Sydney, Australia ini.
Mengenai rendang Padang kejadian yang terjadi di Padang Babiambo Warungnya, Rinrin Marinka punya nasehat bijak. Oleh karena itu, berhati-hatilah sebelum menyajikan sesuatu kepada publik. Masalahnya kalau sudah berada di ranah publik, sulit dikendalikan. “Kami tidak bisa mengendalikan apa yang orang katakan dan pikirkan. Yang bisa kita lakukan adalah mengubah diri kita sendiri dan apa yang kita lakukan serta menempatkan diri kita di berbagai sudut, misalnya pada posisi pemilik atau netizen,” ujarnya mengakhiri komentarnya mengenai hal tersebut.
Versi bahasa Inggris, Cina, Jepang, Arab, dan Prancis dibuat secara otomatis oleh AI. Jadi mungkin masih ada ketidakakuratan dalam penerjemahan, harap selalu menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama kami. (sistem didukung oleh DigitalSiber.id)